BREAKING

News

Legislator PKB: Regulasi Perkoperasian Perlu Kearifan Agar Tidak Menghambat Spirit Koperasi

Jakarta, Ketua Presidium Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) Andy Arslan Djunaid mendorong Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Komisi VI DPR untuk segera mengesahkan RUU Perkoperasian atau RUU Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Sebab, menurutnya undang-undang ini sudah terlalu lama dan koperasi membutuhkan regulasi yang baru yang mengakomodir kepentingan-kepentingan mereka saat ini.

“Karena sudah 33 tahun undang-undang yang lama dan itu sudah tidak mengakomodir kepentingan dari koperasi pada saat ini,” kata Andy saat melakukan konsinyering mengenai penyusunan RUU Perkoperasian bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Sky Ballroom, Hotel Aston, Jakarta Selatan, Kamis (06/03/2025) petang.

Konsinyering tersebut dipimpin Wakil Ketua Baleg DPR Sturman Panjaitan dari F-PDIP, didampingi Wakil Ketua Martin Manurung dan dihadiri puluhan anggota Baleg dari berbagai fraksi di DPR dan juga puluhan anggota Forkopi yang merupakan pengurus koperasi dari sejumlah daerah di Indonesia.

Dalam kesempatan ini, Andy Arslan Djunaid mengungkapkan bahwa pihaknya dari Forkopi telah melakukan berbagai upaya termasuk diskusi dengan banyak pihak, RDPU dengan Baleg DPR RI, termasuk harmonisasi dengan beberapa pihak diantaranya pemerintah.

“Pada intinya kami berharap suara kami ini untuk bisa didengar. Hari ini bisa melihat anggota Forkopi dari Pontianak, Makassar, Jogjakarta, Lampung, Samarinda, ini luar biasa kami semua pejuang koperasi berharap kepentingan kami bisa didengar dan diakomodir supaya kami bisa bersama- sama pemerintah mengembangkan koperasi sesuai keinginan presiden Prabowo yang juga sangat peduli Koperasi,” harapnya.

Whatsapp image 2025 03 07 at 11.41.30

Sementara itu, dalam kesempatan ini, Anggota DPR RI Fraksi PKB, Habib Syarif Muhammad, memberikan tanggapan atas adanya pasal-pasal pidana dalam RUU Perkoperasian. Menurutnya perlu keseimbangan dalam perumusan ketentuan hukum dalam dalam RUU Perkoperasian. Meskipun penguatan regulasi hukum diperlukan, pendekatan yang terlalu kaku justru dapat menghambat semangat koperasi dan menurunkan partisipasi anggota serta pengurus koperasi.

“Ini merupakan langkah maju bagi koperasi, tetapi jika regulasi terlalu rigid (pidana), saya khawatir akan mengurangi spirit koperasi. Kita perlu kearifan dalam menyikapi ini, karena koperasi anggota adalah tulang punggungnya. Jika semua disamaratakan dengan pendekatan hukum yang terlalu ketat, koperasi bisa menjadi seperti menara gading yang sulit dijangkau,” ujarnya.

Habib menyoroti bahwa tantangan hukum sering kali lebih berdampak pada koperasi skala besar, sementara koperasi di tingkat bawah memiliki karakteristik yang berbeda.

Anggota Baleg DPR ini menyebutkan bahwa banyak koperasi kecil yang dikelola dengan semangat gotong royong dan keikhlasan, sehingga ketentuan pidana yang terlalu berat bisa menjadi momok bagi pengurus dan anggota.

“Saya sepakat dengan penguatan regulasi, tetapi jika pasal-pasal seperti 64 hingga N diterapkan secara merata, saya khawatir akan banyak orang yang enggan menjadi anggota koperasi, bahkan pengurusnya sekalipun. Kita harus mempertimbangkan bahwa di tingkat bawah, banyak pengurus yang mengelola koperasi secara sukarela. Jika terlalu ketat, mereka bisa merasa terancam,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menyinggung bahwa hukum pidana pendek tetap memberikan efek psikologis bagi masyarakat kecil, sehingga perlu pendekatan yang lebih proporsional.

“Regulasi koperasi harus tetap melindungi, tanpa menghilangkan semangat gotong royong yang menjadi inti dari koperasi itu sendiri,” pungkasnya.

Sebelumnya, acara konsinyering ini diawali dengan paparan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Prof. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum dan Prof. Dr. Rena Yulia, S.H., M.H, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Dalam paparannya, kedua akademisi dan pakar hukum pidana ini mengkritisi adanya sanksi pidana penjara dalam RUU Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Prof Angkasa, menyoroti beberapa pasal dalam RUU Perkoperasian yang dinilai berpotensi overkriminalisasi dan bertentangan dengan prinsip hukum pidana modern.

Dalam pemaparannya, Prof. Angkasa menjelaskan bahwa kriminalisasi harus dilakukan dengan hati-hati, terutama dalam penerapan pidana penjara pendek. Menurutnya, berdasarkan teori hukum pidana dan kriminologi, hukuman penjara yang terlalu singkat tidak efektif dalam memberikan efek jera, tetapi justru dapat meningkatkan residivisme.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 64M dan 64N, yang mengatur sanksi pidana penjara maksimal 1 tahun bagi pengurus koperasi yang melanggar ketentuan dalam usaha simpan pinjam.

Menurutnya, sanksi ini tidak sejalan dengan konsep ultimum remedium, yaitu menjadikan hukum pidana sebagai pilihan terakhir dalam penyelesaian sengketa.

“Hukum pidana seharusnya digunakan secara proporsional dan hanya sebagai jalan terakhir. Terlalu mudah menjatuhkan sanksi pidana justru bisa merugikan sektor koperasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi kerakyatan,” tegas Prof. Angkasa.

Sementara itu, Prof. Rena menekankan pentingnya perumusan tindak pidana yang jelas dan proporsional, agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Rumusan ketentuan pidana harus memenuhi unsur yang tepat, termasuk subjek hukum yang jelas, perbuatan yang dilarang, serta ancaman pidana yang sesuai. Jika tidak dirumuskan dengan baik, hal ini bisa menimbulkan ketidakadilan serta menghambat perkembangan koperasi di Indonesia,” ujar Prof. Rena.

Dalam kajiannya, Prof. Rena menyoroti bahwa hukum pidana dalam undang-undang administratif seharusnya hanya bersifat sebagai pengaman norma administratif. Ini berarti larangan atau kewajiban utama harus diatur dalam norma administratif, sementara ancaman pidana hanya menjadi alat untuk menegakkan norma tersebut.

“Hukum pidana tidak boleh digunakan secara berlebihan dalam regulasi administratif. Seharusnya, pidana hanya digunakan untuk menegakkan aturan yang benar-benar penting dan berpotensi menimbulkan kerugian signifikan jika dilanggar,” jelasnya.[]

Related Posts